Kebijakan Bikin Daya Beli Masyarakat Menurun, Insentif Jawabannya!

DAPURPACUID – Pemerintah resmi sudah meluncurkan insentif berupa diskon Pajak Penjualan atas Barang Mewah Ditanggung Pemerintah (PPnBM DTP) mobil hybrid sebesar 3 persen.

Melalui Kementerian Perindustrian (Kemenperin) kemudian memberikan secara rinci teknologi hybrid seperti apa yang mendapatkan insentif PPnBM DTP.

Namun banyak tanggapan insentif yang diberikan dinilai belum cukup, dimana disini Pemerintah bisa mengucurkan tambahan insentif berupa diskon PPnBM mobil 4×2 rakitan lokal.

Kemudian, diskon pajak untuk pembeli pertama, serta insentif untuk pabrikan yang melakukan lokalisasi dan kegiatan riset dan pengembangan (litbang).

Dipaparkan oleh Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi dan Elektronika (ILMATE) Kemenperin, Setia Diarta bahwa insentif ini berlaku bagi kendaraan jenis Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV), full hybrid dan mild hybrid.

“Beberapa usulan insentif PPnBM DTP untuk kendaraan hybrid sebesar 3 persen,” ucapnya disela diskusi Prospek Industri Otomotif 2025 dan Peluang Insentif dari Pemerintah, yang Digelar Forum Wartawan Industri (Forwin) di Jakarta, Selasa (14/1) lalu.

Selain itu, lanjut Setia, insentif juga diberikan untuk kendaraan EV sebesar 10% untuk mendorong industri kendaraan listrik. Termasuk penundaan/ keringanan pemberlakuan opsen PKB dan BBNKB.

Setia menyebutkan melalui insentif ini harapannya industri otomotif nasional bisa kembali bergairah di tengah daya beli masyarakat yang mengalami penurunan dan tantangan pasar tahun ini.

Khususnya, setelah PPN menjadi 12 persen dan berlakunya opsen pajak mulai tahun ini. Seperti diketahui, industri otomotif pada tahun lalu (2024) mengalami kontraksi sebesar 16,2 persen.

Penurunan ini disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat, serta kenaikan suku bunga kredit kendaraan bermotor. Industri otomotif, kata dia, diperkirakan menghadapi tantangan yang lebih besar pada tahun ini.

Sebagai salah satu sektor yang memiliki kontribusi signifikan terhadap PDB, dia menegaskan, industri otomotif mencatatkan perkiraan penurunan sebesar Rp4,21 triliun pada 2024.

Kondisi tersebut jelas berimbas pada sektor backward linkage sebesar Rp4,11 triliun, serta sektor forward linkage sebesar Rp3,519 triliun.

“Menyadari pentingnya sektor otomotif bagi kontribusi ekonomi Indonesia dan tantangan yang dihadapi pada 2025, Kemenperin secara aktif menyampaikan usulan insentif dan relaksasi kebijakan kepada pemangku kepentingan terkait,” ujar Setia.

“Untuk menjaga daya beli masyarakat, Kemenperin berupaya mengusulkan adanya insentif di sektor otomotif agar bisa jadi pemicu untuk memberikan pertumbuhan ekonomi,” tambah Setia.

Tak hanya itu, Pemerintah dapat memberikan dukungan ke sektor manufaktur dan memperlambat deindustrialisasi, perpanjangan tenor kredit kendaraan bermotor menjadi 7-8 tahun yang bisa meningkatkan daya beli konsumen.

Dengan skema tersebut, pendapatan minimum yang diperlukan untuk mengambil kredit mobil lebih kecil sekitar 19-25 persen, dibandingkan tenor lima tahun.

Selain itu, pemerintah bisa membantu peningkatan ekspor mobil dalam bentuk utuh (completely built up/CBU) Nasional, dengan menjalin kerja sama perdagangan bebas (FTA) dengan beberapa negara.

Dan tak kalah penting adalah menjaga, bahkan memperkuat masyarakat kelas menengah, yang diklaim menjadi urat nadi ekonomi Nasional sekaligus konsumen mobil baru.

Di sisi lain, penerimaan negara dan daerah juga dipastikan tidak berkurang, ketika insentif fiskal dirilis. Sebab, ada tambahan volume penjualan yang besar, yang dapat mendongkrak perolehan PPh badan hingga perorangan. [dpid/TH]

Previous articlePabrik Hyundai di Cikarang Mulai Produksi New Creta N Line
Next articleMAKA Motors Resmi Luncurkan Cavalry, Cukup Tebus Rp35 Jutaan