DAPURPACU – Deloitte Indonesia menggandeng Foundry meluncurkan riset electric vehicle white paper bertajuk ‘An Electric Revolution: The Rise of Indonesia’s E-Motorcycle’, Selasa (12/9).
Riset tersebut dirilis menyusul pertumbuhan sepeda motor listrik di Indonesia yang terus berkembang dan mengalami lonjakan signifikan dalam kurun waktu dua tahun terakhir.
Berdasarkan data, pertumbuhan penjualan motor listrik di Tanah Air menunjukkan lonjakan hingga sebesar 15 kali lipat pada periode 2020 sampai dengan 2022.
Foundry sendiri merupakan platform ekosistem yang menghubungkan para juara inovasi di Indonesia yang terdiri dari korporasi, tech founders, pemerintah dan badan regulasi, serta partner global.
Sebagai negara dengan populasi terbesar ke-3 di dunia, industri sepeda motor listrik di Indonesia menunjukkan peluang besar hingga $19,2 miliar baik dari sudut pandang produsen maupun distribusi energi.
Riset yang diluncurkan tersebut mengupas peta industri pabrikan, serta analisa mendalam mengenai opsi dan dilema adopsi sepeda motor listrik, seperti charging atau swapping, perbandingan biaya dan infrastruktur untuk berbagai model yang ada, serta pandangan dari sisi regulasi.
Director of Research Foundry, Erwin Arifin menuturkan, riset ini bertujuan memetakan perkembangan dan peluang industri motor listrik di Indonesia, bagi para stakeholder terkait.
“Sebagai ekosistem platform, kami melihat sinergi yang solid sangat dibutuhkan untuk bersama-sama memecahkan masalah, memberi solusi dan memajukan perkembangan industri motor listrik di Indonesia,” ujarnya.
Di sisi lain, Partner, Deloitte Indonesia, Nindito Reksohadiprodjo mengaku beberapa pemain di industri ini telah menjadi pusat perhatian dalam industri sepeda motor listrik di Indonesia.
Dan, lanjut Nindito, masing-masing perusahaan diklaim telah berhasil berkontribusi besar terhadap transformasi cepat lanskap transportasi nasional.
Dia pun berharap dengan target sepeda motor listrik 13,5 juta yang ambisius, riset tersebut dapat membantu para pemain untuk menavigasi pertumbuhan industri.
“Karena peralihan ke mobilitas listrik tidak hanya mengatasi tantangan mobilitas perkotaan, namun juga berkontribusi terhadap kelestarian lingkungan,” tambahnya.
Perbanyak Swapping Outlet di Indonesia
Sebagai informasi, sejak 2019, pemerintah Indonesia terus memberlakukan peraturan untuk memberikan insentif kepada konsumen, mengurangi biaya produksi, dan mempercepat infrastruktur kendaraan roda dua listrik untuk mencapai targetnya pada 2030.
Hal itu didukung dengan target 31.000 stasiun pengisian daya, 67.000 stasiun pertukaran (swab), 30 persen penjualan sepeda motor terdiri dari listrik, dan 13,5 juta sepeda motor elektronik di jalan.
Mekanisme penukaran (swap) baterai motor listrik juga turut diangkat pada diskusi yang dilakukan di kawasan SCBD, Jakarta itu. Mekanisme ini diyakini akan menjadi standar motor listrik yang cocok di Indonesia.
CEO & Founder SWAP Energi, Irwan Tjahaja memaparkan, pihak berkomitmen sekaligus berperan aktif mengejar terwujudnya Indonesia yang lebih hijau dan berkelanjutan.
SWAP Energi diklaim sebagai salah satu pioneer di industri baterai swapping dan motor listrik, hingga kini sudah mengoperasikan sekitar 1.500 swap station di Tanah Air.
“Kami akan mempercepat penempatan 5.000 titik swap baterai sehingga memudahkan para pengguna motor listrik untuk beralih ke moda transportasi yang lebih eco-friendly,” tandas Irwan.
Pihak Pertamina New & Renewable Energy, yang diwakili oleh Director of Strategic Planning and Business Development Pertamina New & Renewable Energy, Fadli Rahman pun mengaku siap bekerja sama dengan pihak swasta.
Fadli mengatakan, dalam proses adopsi kendaraan listrik skala besar, perlu dipertimbangkan manajemen sumber daya alam dari awal hingga akhir.
Tentunya, kata dia, setelah produksi dan penggunaan baterai, perlu dipikirkan dari sekarang bagaimana proses utilisasi/daur ulang dari baterai tersebut.
“Mulai dari energy storage, cell recycling dan upaya lainnya guna menjaga keberlanjutan ekosistem secara keseluruhan,” jelas Fadli lebih lanjut.
Pihak Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) RI juga fokus pada konversi motor listrik. Staf Khusus Kementerian ESDM, Agus Tjahajana mengaku banyak hambatan yang akan dialami saat penerapan motor listrik.
Hambatan yang diyakininya bisa ditemuinya itu diantaranya yaitu termasuk adopsi, standarisasi baterai dan jarak tempuh yang terbatas dari motor listrik tersebut.
Namun, semua hambatan itu bila diperkuat dengan sistem swapping baterai yang memadai tentu akan bisa mempercepat transisi dan adopsi motor listrik.
“Kita perlu swap station yang tersebar di berbagai titik untuk kenyamanan pengguna. Kita tidak dapat membandingkan motor listrik dengan motor bensin yang sudah ada sejak 40 tahun lalu,” tutup Agus.
Adapun katalis yang diperlukan untuk mengadopsi EV yang lebih cepat yakni infrastruktur distribusi energi, insentif pemerintah, standarisasi baterai motor listrik, serta pajak karbon pemerintah dan kredit pajak kendaraan listrik.
Seiring pertumbuhan pasar motor listrik di Indonesia, kendaraan ramah lingkungan ini akan tetap ada. Kenyamanan, keterjangkauan dan keberlanjutan yang ditawarkan oleh sepeda motor listrik mengubah cara masyarakat Indonesia bepergian.
Lanskap kendaraan listrik lokal penuh dengan potensi, dan kebangkitan pemain e-motor menandakan masa depan yang lebih cerah dan bersih bagi mobilitas perkotaan di Indonesia. [dp/TH]